Rabu, 17 Februari 2010

Melatih Bayi Berbahasa

Rating:
Category:Other
Apa pun kecerdasan yang ingin dibangun, akarnya adalah bahasa.

Kita berutang-budi pada Lev Vygotsky. Tokoh psikologi Rusia ini berhasil menguak bahwa bahasa memegang peranan kunci dalam perkembangan kognitif anak. Bahasa adalah "alat" menuju kecerdasan-kecerdasan lain karena bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Katakanlah begini, jika si kecil belajar matematika ia perlu memahami soal-soalnya. Itu berarti ia perlu memahami bahasa. Begitu juga dengan kecerdasan lainnya.

Jadi tak ada salahnya jika si kecil dilatih berbahasa walaupun ia masih bayi. Apalagi menurut Glenn Doman, anak-anak balitatermasuk bayidapat belajar tanpa perlu bersusah-payah. Berbeda jika ia sudah lewat usia 5 tahun, usahanya perlu lebih keras untuk menguasai sesuatu.

Lantas bagaimana caranya? Prinsip terpenting adalah alamiah. Selebihnya, harus menyenangkan, antusias dan spontan. Anak-anak di Hong Kong bisa menguasai bahasa Kanton di usia 3 tahun. Begitu juga anak-anak Mesir yang akan menguasai bahasa Arab di usia yang sama. Sementara saat memasuki sekolah dasar, anak-anak di Manchester akan fasih berbahasa Inggris. Tapi mereka semua tidak paham bahasa Jawa. Apa artinya? Pada awalnya anak akan asing pada semua bahasa. Akan tetapi suatu/beberapa bahasa akan menjadi "bahasa ibu" jika semenjak dini dikenalkan.

Tentu saja perkenalannya tak perlu "resmi". Dalam artian bayi tak perlu diberi pelajaran tata- bahasa baku seperti di sekolah dasar. Otak bayi dengan cara luar biasa akan cepat menangkap prinsip-prinsip berbahasa dengan sendirinya. Sebab, bayi sudah memiliki kemampuan mengingat sesuatu. Namun kemampuan ini bersifat individual tergantung stimulasi yang diberikan lingkungan. Lantaran itulah ia perlu dirangsang sedini mungkin.

Praktiknya, rajin-rajinlah berkomunikasi dengan bayi. Jangan lupa untuk selalu menunjukkan wajah yang penuh antusias dan senyum yang mengesankan. Ciptakan juga suasana yang menyenangkan dan penuh keakraban. Dengan begitu, bayi selalu senang saat diajak ngobrol. Hal ini dikuatkan oleh Bradley Caldwell yang mengatakan perilaku ibu yang sangat signifikan meningkatkan kecerdasan bayi adalah mengajak anaknya berkomunikasi. Dari situ anak akan mendapatkan rangsangan berbahasa yang sangat kaya dan menyenangkan. Tunjukkan nama-nama benda di sekeliling serta ceritakan pada anak apa yang kita lakukan terhadap mereka. Misalnya, tanaman di halaman disiram setiap hari agar tetap hidup dan segar. Biasakan juga untuk bertanya pada anak, termasuk ketika hendak menyusui, ibu bisa bertanya, "Mau menetek ya, Nak?" Nah, Bradley dan Caldwell menunjukkan, perilaku semacam ini memberi sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan IQ anak, terutama usia 0-2 tahun.

Robert E. Owens, Jr., Ph.D., guru besar di State University of New York di Geneseo dan penulis buku Help Your Baby to Talk, juga menegaskan setiap kali orangtua mengajak "ngobrol" bayi, maka otak bayi akan segera merespons aktif. Kenapa? Karena pada masa bayi, sinapsis di otak masih sangat lengkap dan siap untuk memeroleh rangsangan. Nah, stimulasi yang sangat efektif untuk itu adalah melalui bahasa.

BAHASA TERATUR DAN TERSTRUKTUR

Cara lain merangsang wawasan berbahasa bayi adalah dengan mengajaknya "membaca". Selain mengasah kecerdasan dan meningkatkan IQ, manfaat mengajak bayi membaca adalah kecakapan berkomunikasi dan kemampuan berpikirnya akan lebih runtut. Jika anak memiliki IQ tinggi tapi tidak bisa berpikir runtut, tentu akan susah me-rumuskan sesuatu. Kebiasaan membaca semenjak dini juga merangsang anak untuk aktif berpikir dan menstimulasi kemampuan daya ingatnya. Intinya, dengan membaca membuat anak "kaya" secara mental, wawasan dan pengalaman.

Ada cerita menarik sehubungan dengan ini. Tersebutlah seorang gadis kecil bernama Jennifer. Saat lahir, ia dinyatakan positif down-syndrome. Marcia Thomas, sang ibu tercinta, kemudian memberi terapi "membaca". Sejak Jennifer berusia 2 bulan, ia sudah dibacakan 11 buku setiap hari. Kalau Marcia tidak sempat, ia akan merekam suaranya dan meminta kepada pengasuh untuk memutarkannya. Ternyata upaya Marcia tak sia-sia. Pada usia 4 tahun, Jennifer bukan saja "sembuh" tapi IQ-nya pun melonjak menjadi 111. Saat masuk SD, ia pun memegang rekor tertinggi untuk skor membaca.

Nah, bila tertarik untuk me-ngajak bayi "membaca", ada 2 metode utama yang ditawarkan ahli. Pertama, menggunakan "flash card" yang dipopulerkan oleh Glenn Doman. Tuliskan kata bermakna seperti kursi, bola, boneka, dan lainnya di sebuah karton yang telah digunting-gunting seukuran kartu. Lalu bacakan sambil memperlihatkan kartu tersebut pada bayi setiap ada waktu senggang. Metode ini memang sederhana tetapi untuk hasil jangka panjang kurang meyakinkan karena lebih menitikberatkan pada pengayaan pengetahuan bukan pada dasar-dasar kemampuan berpikir dan memahami.

Cara kedua adalah membacakan buku dengan suara keras (read aloud). Pangku bayi lalu ajak ia membuka buku bersama. Pegang tangannya untuk menunjuk-nunjuk gambar yang ada dan ceritakan dengan lebih hidup kepadanya. Akan lebih membantu jika menggunakan suara yang lebih variatif. Berbeda dengan cara pertama, metode ini lebih menekankan pada proses interak-si dan pemahaman masalah. Juga diyakini dapat mengembangkan kecakapan berbahasa, membangun komunikasi yang bagus dan memperhatikan ketepatan berbahasa. Read aloud memang membutuhkan usaha dan kemauan yang lebih keras dari orangtua namun hasilnya untuk jangka panjang lebih baik. Jadi saat ada waktu senggang, sehabis mandi pagi/sore, menjelang tidur dan lainnya, ajaklah si kecil membaca buku bersama. Hal itu juga akan sangat berguna untuk membuat anak lebih dini mengenal huruf dan angka.

BEKAL MASA DEPAN

Terlepas cara mana yang akan digunakan, pada intinya membaca buku bersama merupakan kegiatan yang sangat menarik dan bermanfaat bagi bayi. Seperti yang tadi sudah disinggung, membaca di usia dini dipercaya dapat mengembangkan kemampuan menalar, kapasitas mengingat dan berpikir pada anak. Ini sangat penting sebagai bekal mereka saat dewasa.

Bahkan negara-negara maju seperti Amerika telah memiliki program No Child Left Behind untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia semenjak dini. Salah satu strateginya adalah mengajak anak "membaca" sejak usia nol bulan. Untuk itu, pemerintah Amerika melalui lembaga yang ditunjuk menerbitkan buku-buku praktis bagi para orangtua, pengasuh day-care dan play group maupun guru TK.

Yang perlu diperhatikan, sesuaikan buku bacaan dengan usia si kecil. Bayi berusia 0-6 bulan akan tertarik pada buku-buku dengan warna mencolok, gambar besar-besar dan sederhana. Akan baik, jika bukunya berbahan kertas papan (cardboard) yang aman untuk digigit. Yang pasti, orangtua jangan marah, kalau bukunya dirobek.

Bila si kecil telah menginjak usia 6-12 bulan berikan buku papan yang menampilkan foto-foto bayi. Bisa juga berikan buku dengan gambar terang dan menggugah. Orangtua juga bisa menggunakan buku berbahan kertas cukup kuat untuk dipasang di boks bayi atau dibentangkan di atas selimut.

Tapi apa pun caranya, hindari pemaksaan. Masa anak-anak adalah masa bermain. Jadi jangan membebani bayi dengan aktivitas pembelajaran formal yang menegangkan. Biarkanlah kecakapan intelektual anak diperoleh dari motivasinya sendiri untuk belajar dan keasyikannya saat menikmati rangsangan-rangsangan intelektual. Bukan karena didikte.

Konsultan ahli:

Mohammad Fauzil Adhim, S.Psi,

penulis buku-buku parenting.

--Nakita 340/VII--

3 komentar: